Makassar, KarebaDIA — Program Lorong Wisata atau Longwis, yang pernah menjadi ikon inovasi dan kebangkitan kota Makassar di era Wali Kota Danny Pomanto, resmi tak lagi menjadi bagian dari kebijakan Pemerintah Kota Makassar.
Perubahan ini ditandai dengan terbitnya regulasi baru yang menghapus Longwis dari indikator penilaian kinerja RT dan RW.
Longwis yang dahulu menyulap gang-gang sempit menjadi ruang hidup berwarna dan produktif secara ekonomi, kini digantikan oleh program urban farming dan indikator baru lainnya yang diperkenalkan di era kepemimpinan Wali Kota Munafri Arifuddin dan Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham.
Bagi Danny Pomanto, keputusan tersebut adalah hak prerogatif pemimpin yang sedang menjabat.
“Saya tidak bisa campuri karena itu kebijakan wali kota sekarang. Tergantung beliau,” ucapnya dengan tenang saat dimintai tanggapan, Kamis (3/7/2025).
Program yang Pernah Mendunia
Longwis pertama kali diperkenalkan pada HUT ke-414 Kota Makassar, 9 November 2021, dan resmi diluncurkan pada tahun berikutnya.
Lebih dari sekadar program penataan lingkungan, Longwis menyimpan semangat transformasi sosial dan ekonomi di tengah lorong-lorong kota yang dulu kerap terpinggirkan.
Beberapa lorong bahkan diberi nama internasional, seperti Longwis Quimper (Perancis), Cheongju (Korsel), dan Birmingham (Inggris), hingga nama-nama buah atau yang disepakati warga seperti Longwis Cherry, Strawberry, Attaubah, dan Silves.
“Longwis sudah dikenal hingga ke Amerika, Australia, dan Inggris. Sudah mendunia,” ujar Danny bangga.
Sebanyak 5.000 dari total 7.250 lorong di Makassar menjadi bagian dari program ini.
Longwis tidak hanya menciptakan ruang publik yang bersih dan estetik, tetapi juga membuka peluang usaha kecil, UMKM, serta pelibatan aktif warga dalam menjaga lingkungan dan ekonomi lorong.
Kebijakan Baru, Arah Baru
Sekretaris Daerah Kota Makassar, Andi Zulkifly Nanda, menyampaikan bahwa Longwis telah dihapus dari indikator penilaian RT/RW dalam revisi Peraturan Wali Kota (Perwali).
Indikator baru yang kini menjadi acuan antara lain urban farming, retribusi sampah, pengelolaan data penduduk non-permanen, serta deteksi dini kerawanan sosial dan bencana.
“Indikatornya diubah, Longwis tidak lagi masuk penilaian. Nantinya akan tertuang dalam Perwali yang baru,” jelas Zulkifly.
Meski indikator berubah, insentif untuk RT/RW sebesar Rp1,2 juta per bulan tetap dipertahankan. Penilaian kinerja tetap dilakukan oleh lurah dan camat tiap bulan sebagai dasar pembayaran insentif.
Urban farming sendiri menjadi program prioritas Pemkot saat ini. Konsep ini sebenarnya bukan hal baru bagi Makassar, karena pernah pula digalakkan Danny Pomanto melalui Lorong Garden pada periode pertamanya menjabat wali kota.
Bedanya, Longwis hadir sebagai pengembangan dari Lorong Garden dengan pendekatan yang lebih terintegrasi ke aspek wisata dan pemberdayaan ekonomi warga.
Meski Longwis kini tinggal kenangan, jejaknya masih membekas di banyak sudut kota.
Warna-warni mural, papan nama lorong, serta kebersamaan warga dalam menjaga lorong mereka menjadi saksi dari sebuah masa ketika lorong bukan lagi simbol kesempitan dan keterbatasan, melainkan pusat kreativitas dan kebangkitan.
Danny Pomanto menutup pernyataannya dengan sederhana namun penuh makna, “Saya ini anak lorong, dan saya tahu, lorong bukan sekadar jalan kecil. Ia adalah ruang hidup,” pungkasnya. (*)
Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi ide, gagasan dan pemikiran Danny Pomanto.