Editorial, KarebaDIA – Di sebuah kota di timur Indonesia, seorang arsitek memulai perjalanan kepemimpinannya bukan dari gedung tinggi, bukan dari ruang rapat ber-AC, tapi dari lorong-lorong sempit yang selama ini luput dari perhatian pemerintah.
Namanya Mohammad Ramdhan Pomanto, atau akrab disapa Danny Pomanto. Dua kali dipercaya memimpin Makassar, Danny menjadikan kota ini laboratorium hidup bagi berbagai gagasan inovatif pemerintahan berbasis partisipasi warga.
Ketika sebagian daerah sibuk mengejar citra dan infrastruktur megah, Danny memulai perubahan dari hal-hal yang dianggap kecil. Lorong-lorong sempit di kampung-kampung padat itu disulap menjadi pusat ekonomi mikro, ruang wisata, bahkan taman hijau produktif.
Program yang dikenal sebagai Lorong Wisata ini, tak hanya mempercantik kota tapi juga membuka lapangan kerja, mendorong ekonomi warga, sekaligus membangun rasa memiliki terhadap lingkungan sekitar.
Di saat konsep Smart City mulai menjadi tren di kota-kota besar dunia, Danny tahu Makassar tak bisa asal meniru. Ia lalu menciptakan versi khasnya: Sombere’ & Smart City. Sombere’, dalam bahasa Makassar berarti ramah, hangat, dan bersahabat.
Di tangan Danny, kota cerdas bukan hanya soal teknologi dan aplikasi digital, tapi juga tentang bagaimana teknologi itu bisa membuat hidup warga lebih manusiawi. Ia menyebutnya pendekatan heartware — mengutamakan hati dan budaya di atas sekadar perangkat keras.
Gerakan Makassar Tidak Rantasa (MTR), misalnya, mengajak warga membersihkan lingkungan secara serentak setiap pekan.
Bank Sampah digital, aplikasi pelaporan layanan publik, hingga Pakinta untuk pembayaran pajak online jadi bukti bagaimana teknologi bisa menyentuh hal-hal paling mendasar dalam keseharian masyarakat.
Tak hanya soal fisik kota, Danny juga menaruh perhatian besar pada isu-isu sosial.
Masalah stunting, kemiskinan, hingga pengangguran ia kelola dengan program terukur. Lewat inovasi Jampangi, layanan kesehatan ibu dan anak berbasis komunitas, angka stunting di Makassar turun signifikan dari 3,73 % menjadi 3,01 % dalam setahun terakhir.
Ekonomi yang sempat terpukul pandemi pun kembali tumbuh di atas 5 %. Semua itu ia lakukan tanpa banyak gembar-gembor, tapi hasilnya berbicara sendiri.
Dalam dua periode kepemimpinannya, Makassar meraih lebih dari 420 penghargaan nasional dan internasional, termasuk Satyalancana Wira Karya dari Presiden Jokowi, penghargaan tertinggi untuk kepala daerah di bidang pembangunan.
Yang menarik, Danny tetap setia dengan pendekatannya yang tak berjarak dengan warga. Ia tak sungkan menyusuri lorong dan berdialog langsung dengan warga; tanpa sekat, tanpa pilah-pilih.
Kediamannya di Jalan Amirullah, sudah ibarat rumah bagi seluruh warga Makassar. Dirinya adalah sosok yang mudah ditemui dan diajak bicara soal apa saja.
Ia percaya, pemerintah tak boleh hanya hadir saat kampanye, lalu menghilang saat telah terpilih.
Dari Danny Pomanto, kita belajar bahwa membangun kota itu tak melulu soal gedung pencakar langit, jalan layang, atau mal megah. Lebih dari itu, kota adalah tentang manusianya, tentang lorong-lorong kecil tempat cerita dan harapan lahir setiap hari.
Kini, banyak daerah di Indonesia mulai melirik model kepemimpinan Danny. Pendekatan berbasis kearifan lokal, inovasi teknologi, dan pelibatan warga secara aktif menjadi inspirasi baru di tengah stagnasi pola birokrasi yang kerap jauh dari rakyat.
Makassar di tangan Danny Pomanto telah memberi contoh bahwa perubahan bisa dimulai dari lorong, dari perbincangan hangat di pos ronda, hingga akhirnya membangun kota yang tak hanya bersih secara fisik, tapi juga sehat secara sosial dan kuat secara ekonomi.
Dan itulah warisan terbaik dari seorang pemimpin daerah — bukan sekadar proyek, tapi jejak kebaikan yang terus dikenang dan ditiru.
Danny telah menuntaskan dua periode di Makassar, dan ia selalu siap untuk pengabdian berikutnya, di manapun Sang Khalik akan menakdirkannya.
Tim Redaksi
Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi ide, gagasan dan pemikiran Danny Pomanto.