Kolom

Menculik Danny Pomanto

Tim Redaksi
25
×

Menculik Danny Pomanto

Share this article
Ilustrasi Menculik Danny Pomanto-min
Ilustrasi Menculik Danny Pomant0 (IST)

PADA suatu pagi yang senyap, ketika bayangan langit kota Makassar mulai melebur dengan hiruk pikuk mesin yang perlahan menderu, sekelompok pemuda berkumpul dalam sebuah ruangan sempit di balik kedai kopi sederhana.

Di meja kayu panjang itu, mereka menyusun rencana. Bukan sekadar rencana biasa—melainkan misi yang akan mengguncang fondasi kota Makassar. Mereka telah sepakat, pagi ini adalah harinya. Waktu untuk menculik Danny Pomanto.

Danny, sang wali kota yang menjabat dua periode dari 2013 hingga 2024, bukanlah pemimpin biasa. Dalam setiap pidato, dalam setiap langkah, ia menanamkan gagasan-gagasan yang mampu menggetarkan hati rakyat.

Namun, bagi para pemuda ini, Danny menyimpan sesuatu yang lebih besar. Ia menyembunyikan ide-ide yang, jika disuarakan, akan mengubah wajah Makassar menjadi mercusuar inovasi di Indonesia Timur. Tetapi ide-ide itu terpenjara dalam pikirannya sendiri, tak kunjung diumumkan, tak kunjung dilaksanakan.

Rencana dimulai

Ketika pagi bergegas semakin terang, Danny Pomanto baru saja selesai dengan aktivitasnya. Kediamannya yang megah dan penuh cahaya tampak tenang. Namun, di balik keheningan itu, bayangan-bayangan pemuda mulai mendekat. Mereka datang bukan dengan senjata, bukan pula dengan ancaman. Mereka datang dengan tekad.

Danny, yang sedang duduk di ruang kerjanya sambil mengamati gambar-gambar desin arsitektur rancangannya, dikejutkan oleh kedatangan mereka.

Dengan ekspresi serius namun penuh hormat, mereka berkata, “Pak Danny, maafkan kami. Hari ini kami menculik Anda. Bukan untuk menakuti atau menyakiti, tetapi untuk mendesak Anda membebaskan ide-ide brilian yang telah Anda simpan terlalu lama!”

Danny terdiam sejenak, namun tak ada ketakutan dalam matanya. Ia tahu pemuda-pemuda ini berbicara dari lubuk hati terdalam mereka.

Perjalanan ke “rumah ide”

Danny dibawa ke sebuah tempat rahasia, sebuah rumah kecil yang mereka sebut “rumah ide” yang dikenal bernama Kopi Lawas. Di sana, ia disuguhkan kopi Makassar yang hangat, dan suasana penuh dengan semangat.

Mereka membentuk lingkaran, mendesaknya dengan argumen-argumen tajam, “Pak Danny, Anda harus memproklamirkan ide-ide itu sekarang! Kami tahu Anda punya banyak rencana, untuk masyarakat di lorong-lorong, untuk keberlansungan ummat manusia yang akan membawa Makassar ke puncak kejayaan.”

Danny, yang awalnya tersenyum kecil, kini mulai terhanyut dalam semangat mereka. Ia sadar, pemuda-pemuda ini tidak salah.

Ide-idenya terlalu lama ia simpan, terhalang oleh birokrasi, atau mungkin rasa ragu, saat ia menjabat Wali Kota. Dan sekarang belenggu itu telah terhempas. Tak ada lagi penghalang baginya.

Proklamasi ide-ide besar

Dan akhirnya, di tengah suasana yang sejenak menghening, sehingga suara sendok yang beradu dengan gelas saat mengaduk kopi terdengar jelas.

Lalu Danny pun menyeruput kopi sekali, dan dengan suara lantang, Danny mengutarakan ide-ide besar dan rencana-rencananya.

Suara Danny bergema, memenuhi ruangan kecil itu. Para pemuda bersorak, mencatat setiap kalimatnya, seolah sejarah sedang tercetak saat itu.

Epilog

Jelang siang, Danny kembali ke rumahnya dengan hati yang penuh. Apa yang awalnya ia anggap sebagai “penculikan” ternyata adalah penyelamatan.

Pemuda-pemuda itu telah menjadi katalisator yang memaksanya bertindak lebih cepat. Dan Makassar, harus, melangkah menuju perubahan yang lebih besar, lebih berani, dan lebih berarti.

____________

Cerita ini, terinspirasi kisah penculikan Sukarno oleh para pemuda di Rengasdengklok, akan terus dikenang sebagai momen sejarah ketika ide-ide besar lahir dari keberanian para pemuda untuk bertindak.

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).