Berita

Tim Hukum DIA Sesalkan Bawaslu, 6 Laporan Dugaan Pelanggaran Pilkada Tidak Ditindaklanjuti

Tim Redaksi
4
×

Tim Hukum DIA Sesalkan Bawaslu, 6 Laporan Dugaan Pelanggaran Pilkada Tidak Ditindaklanjuti

Share this article

Ancam laporkan Bawaslu Sulsel ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Kantor Bawaslu Sulsel di Makassar

Makassar, KarebaDIA – Tim Hukum pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel nomor urut 1, Moh Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad (DIA) menyayangkan sikap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel. Masuk angin?

Dari tujuh laporan dugaan pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, hanya satu laporan yang ditindaklanjuti. Itu pun masih dianggap tidak adil.

Misalnya, pada kasus dugaan yang melibatkan ASN Samsat Makassar. Bawaslu hanya menetapkan Kepala Samsat Makassar sebagai tersangka.

“Kan sudah jelas di foto itu, mereka bertiga melakukan kampanye dengan memegang alat peraga kampanye paslon 02 dan mengacungkan jari simbol yang identik dengan paslon 02. Toh, kenapa hanya satu tersangka yang ditetapkan. Dua lainnya?,” cetus Ketua Tim Hukum DIA, Akhmad Rianto, Kamis (31/10/2024).

“Meski hanya satu laporan kami yang ditindaklanjuti, harusnya Bawaslu lewat Gakkumdu menetapkan tiga tersangka pada kasus Kepala Samsat Makassar itu,” sambung Rinto-sapaannya.

Pada kasus lainnya, Bawaslu beranggapan tidak menemukan adanya unsur pelanggaran. Itu sangat disesalkan Tim Hukum DIA. Ada enam kasus yang tidak ditindaklanjuti. Termasuk dugaan yang melibatkan Ketua NasDem Sulsel, Rusdi Masse (RMS).

“Itu terkait dengan laporan kami soal adanya live Tiktok yang berdiri adanya undian berhadiah motor. Nilainya lebih yang ditetapkan Bawaslu sendiri,” ucapnya.

“Bawaslu tidak tindaklanjuti dengan alasan akun (Tiktok) itu sudah dihapus, itu jadi alasan Bawaslu tidak menindaklanjuti. Ini kan aneh,” pungkasnya.

Tim Hukum DIA

Begitu juga dengan laporan mengenai perekaman e-KTP. Juga tidak ditindaklanjuti Bawaslu. Padahal menurut Rinto, ada dugaan penggunaan data pemilih baru yang tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sasarannya siswa SMA.

“Kita laporkan adanya indikasi kepala Dukcapil Sulsel, Iqbal Suaeb mengeluarkan edaran perekaman e-KTP selama tiga Minggu, itu bisa saja digunakan saat pemilihan nanti tanggal 27 November nanti. Kami duga ada regulasi yang dilahirkan bagi pemilih bisa menggunakan e-KTP saja. Ini tidak ditindaklanjuti,” kesal Rinto.

Selanjutnya, dugaan kecurangan di kabupaten Soppeng, saat jalan santai. Diduga data peserta jalan santai bisa digunakan untuk diarahkan memilih ke pasangan calon nomor urut dua.

Data peserta diinput dengan menggunakan KTP dan nomor whatsapp.

“Dugaannya, operatornya orang dukcapil. Diduga ada kecurangan dengan melakukan pendataan melalui via WhatsApp. Ini juga tidak ditindaklanjuti,” sesalnya.

Juga laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan Pj Bupati Luwu saat menghadiri acara deklarasi Pilkada Damai bersama para kepala desa (APDESI).

“Kami laporkan PJ Bupati Luwu terindikasi mengarahkan dukungan. Di dalam video sambutan, beberapa kali menyebut dua. Ini di acara Bawaslu. Harusnya ditegur karena acara Bawaslu. Alasannya dianggap tidak berkampanye. Ini kemudian pelanggaran kampanye terselubung Pj Bupati Luwu,” kata Rinto.

Tim Hukum DIA, lanjutnya, juga sementara mengumpulkan bukti terkait dengan pelaksanaan jalan santai peringatan HUT Sulsel di Kabupaten Luwu.

Lantas dugaan pelanggaran yang melibatkan Bupati Soppeng, Kaswadi Razak. Termasuk Pj Gubernur Sulsel.

Sejauh ini, terlapor Bupati Soppeng belum pernah diperiksa oleh Bawaslu. Tiba-tiba, Tim Hukum DIA menerima surat klarifikasi yang menganggap kegiatan jalan santai HUT Sulsel yang dihadiri calon Gubernur Sulsel nomor urut dua, Andi Sudirman Sulaiman dianggap bukan pelanggaran.

“Lagi-lagi kita kumpulkan bukti kehadiran Andi Sudirman, tapi dianggap tidak melanggar karena tidak berkampanye. Harusnya kalau mau mengundang calon kepala daerah, harusnya juga mengundang Danny Pomanto. Harusnya Bawaslu bisa jadikan temuan (kehadiran Andi Sudirman di jalan sehat HUT Sulsel di Soppeng,” tegas Rinto.

Sama halnya dengan laporan pengangkatan Pj Sekda Makassar oleh Pj Gubernur Sulsel. Bawaslu Sulsel beranggapan itu bukan pelanggaran.

Padahal menurut Rinto, Pj Sekda Makassar diduga berafiliasi ke salah satu pasangan calon. Apalagi, Pj Sekda Makassar sebelumnya pernah ingin mencalonkan sebagai calon wali kota Makassar.

Bahkan sudah mundur sebagai ASN, yang surat pengunduran dirinya sebagai ASN ditandatangani langsung oleh Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, sebelum cuti kampanye.

“Ada upaya dugaan mengintimidasi lurah-lurah di Makassar oleh Pj sekda Makassar. Mengenai pemeriksaan HP (handphone) RT RW, itu melanggar hak privasi warga negara,” kata Rinto.

Tim Hukum DIA mengancam akan melaporkan ke DKPP atas sejumlah keputusan Bawaslu Sulsel yang menghentikan sejumlah laporannya. Pihaknya menyebut Bawaslu Sulsel seolah menutup mata atas dugaan sejumlah pelanggaran yang terjadi.

“Terhadap hal ini, menurut kami Bawaslu menutup mata. Ini juga akan kami tindak lanjuti mengenai pelanggaran etika penyelenggara pemilu,” jelasnya.

“Ini ada pelanggaran kode etik, Bawaslu tidak bisa lagi dijadikan sebagai dasar sebagai pengadilan yang baik. Karena kami menilai nyata sebagai pelanggaran tapi membiarkan. Bahkan harusnya ini bisa jadi temuan langsung Bawaslu,” tutur Ahmad. (*)

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).