Editorial

Hitam Putih Ilmu Pengetahuan, Pelajaran dari Sang Barista

Tim Redaksi
9
×

Hitam Putih Ilmu Pengetahuan, Pelajaran dari Sang Barista

Share this article
Ilustrasi

KarebaDIA – Dari Pasar Sentral, penulis naik pete-pete ke arah Daya. Melintasi Jalan Urip lalu menepi di salah satu warkop di daerah Panaikang.

Mendung mengepung kota, awan nampak seperti perut kerbau yang baru saja selesai merumput. Gerimis tipis, semacam hujan rintih-rintih.

Penulis melepas backpack, memesan kopi, membuang punggung di kursi oranye kombinas putih hitam.

Kata seorang barista tampan – tanpa ditanya – oranye adalah warna kemenangan sementara hitam putih ciri khas hakikat ilmu pengetahuan.

Kata dia, hitam putih melambangkan ketegasan pada esensi kebaikan, hitam tetaplah hitam, putih adalah putih.

”Putih lambang kesucian hati, tentang kepolosan menerima sejumlah perihal dan melapangkan dada untuk menerima kekurangan,” sebut si Barista semakin deras.

Si Barista meneruskan tanpa penulis pinta.

”Ciri-ciri seorang intelek terpelajar mencakup kemampuan berpikir kritis, etos pembelajaran yang kuat, punya pengetahuan. Itu pula yang mestinya direproduksi dari rahim perguruan tinggi, bukan sebaliknya,” terangnya.

”Menarik juga ini khutbah Sang Barista,” batin penulis.

Oeee….sebenarnya, apa sih ciri-ciri intelek atau terpelejar itu?” balas penulis.

”Di manaki kuliah? Aktif di organisasi manaki?” tanggapnya seperti nampak patoa-toai.

Sikulu inie,” batinku.

”Begini om,” ucapnya melanjutkan.

”Yang pertama itu, cirinya adalah punya kemampuan berpikir kritis dan analitis,” terusnya sembari menekan tombol enter di mesin pengopi.

Mereka itu, lanjutnya, harus mampu menganalisis masalah secara mendalam dan memberikan solusi berdasarkan logika dan data yang valid.

”Tidak mudah terpengaruh oleh opini atau informasi yang belum terverifikasi, melainkan mengevaluasi kebenarannya terlebih dahulu,” imbuhnya.

“Yang kedua om, wawasan yang luas, dia siap tarung karena ada pengalaman, ide, pengetahuan dan inspirasi dengan siapa saja, di manapun,” ucapnya bersemangat.

Deh!” batin penulis.

”Mereka harus memiliki pengetahuan mendalam di bidang tertentu, tetapi juga memahami isu-isu global, sosial, budaya, dan politik. Selalu ingin belajar hal-hal baru dan terbuka terhadap berbagai perspektif,” terangnya.

Sikulu ini anak, nakuliahika lagi.”

”Masih mau om?” tambahnya.

”Pada dirinya, dia harus punya kemampuan komunikasi yang baik. Dapat menyampaikan ide dengan jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan,” jelasnya.

”Dia mampu mendengarkan dengan baik dan menghargai pandangan orang lain,” lanjutnya seakan semakin menjadi-jadi. Hidup jadi!

”Masih adakah?” Balasku dengan penasaran.

”Masih, om.”

”Dia harus bersikap rendah hati dan terbuka, yang begini pasti alasnya jelas agama yang kuat dan konsisten.”

”Tidak merasa superior, meskipun memiliki pengetahuan luas. Bersedia menerima kritik, belajar dari kesalahan, dan terus berkembang,” imbuh di Bartender.

”Yang kelima, punya komitmen pada nilai-nilai moral dan etika. Ndak mabuk-mabukan, apalagi nyabu,” ujarnya lagi.

”Sikulu ini, batena.”

”Intelek dan terpelajar itu menjunjung tinggi keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan. Menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” tambahnya.

”Masih mau om?” katanya memancing.

”Dia pasti punya andil baik, bekontribusi pada masyarakat. Intelek terpelajar tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi, tetapi juga berupaya memberikan dampak positif bagi lingkungan sosial dan masyarakat luas.

”Dia berpartisipasi aktif dalam diskusi, pengabdian, atau pengembangan komunitas. Sudahkah om begitu?” godanya.

“Terakhirmi ini om, dia harus punya kemampuan beradaptasi dengan perubahan. Harus mampu mengikuti perkembangan zaman, termasuk teknologi dan budaya baru, tanpa kehilangan identitas intelektualnya,” kata dia.

Kopi sudah terhidang di meja. Pisang goreng berlumur keju pasrah di tatapan.

”Om, seseorang dengan ciri-ciri tersebut tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga menggunakan kecerdasannya untuk memberikan manfaat yang nyata dalam kehidupan,” pungkasnya sembari melengos!

Kawan yang ditunggu telah tiba, Sang Barista menepi. Kawan itu, kita sebut saja Jukir, memulai percakapan.

”Mauki pesan apa lagi, atau mau pesan pelajaran apa lagi?”

Denun

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).