Berita

Pejuang Konservasi Penyu Selayar Pak Datu Wafat, Danny Pomanto Ikut Belasungkawa

Tim Redaksi
20
×

Pejuang Konservasi Penyu Selayar Pak Datu Wafat, Danny Pomanto Ikut Belasungkawa

Share this article
Datu, tokoh pelestari penyu Selayar (dok: Kompas.ID)

Makassar, KarebaDIA – Berita duka datang dari Tana Doang Selayar, Pejuang Konservasi Penyu asal Selayar, Datu, wafat.

Informasi tersebut diperoleh KarebaDIA dari Grup WAG Tempat Biasa, Senin, 18/11/2024.

“Telah meninggal dunia om Datu Konservator Penyu, Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT,” demikian postingan Asrahiyah Abubakar.

Segenap anggota WAG menyampaikan ucapan belasungkawa untuk tokoh yang sudah belasan tahun fokus perlindungan penyu di Panti Tulang, utara Kota Benteng Selayar ini.

Pak Datu mempunyai tempat penangkaran penyu. Dia dan anaknya aktif menjaga telur dan penyu yang datang ke Pantai Tulang untuk bertelur, lalu ditetaskan atau dirawat oleh Datu.

Di tempatnya yang asri tersedia kolam atau bak pembesaran.

Tempat itu sekaligus tempat rekreasi menikmati sunset dan sekaligus tempat edukasi warga tentang pentingnya pendidikan konservasi bagi generasi muda.

Kabar duka itu sampai pula ke Mohammad Ramdhan Pomanto. Karena perhatiannya pada upaya konservasi pesisir dan laut, pria yang akrab disapa Danny Pomanto itu pun memberi ucapakan belasungkawa.

”Innalillahi wa innailahi rajiun, telah berpulang ke rahamtullah pahlawan lingkunagn hidup, tokoh pelestarian penyu Selayar yang wafat hari ini,” ucap Danny.

Dia pun menyampaikan belasungkawa dan berharap agar Pak Datu terus menginspirasi tentang pentingnya konservasi pesisir, laut dan spesies seperti penyu.

Lebih dekat dengan Datu

Kompas menulis, Di tepi pantai Desa Barugaia, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, tempat bernama ”Kampung Penyu” itu berdiri.

Di atas lahan seluas sekitar 1 hektar, terdapat rumah panggung yang menjadi markas pengelola, area penyuluhan dengan percontohan (demonstration plot/demplot) tentang penetasan telur penyu, dan kolam-kolam pemeliharaan tukik.

”Kampung Penyu itu singkatan dari ’kerukunan pemuda pelindung penyu’,” ujar Datu saat ditemui di markasnya, Kampung Penyu, akhir Oktober 2019.

Pantai berpasir di Desa Barugaia adalah lokasi datangnya sejumlah jenis penyu setiap musim untuk bertelur, di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), lekang (Lepidochelys olivacea), sisik (Eretmochelys imbricata), dan tempayan (Caretta caretta).

Sejak 1997, Datu memburu telur-telur itu untuk kemudian dijual. Dalam setahun, ribuan telur bisa diperolehnya.

Terakhir, pada 2012, Datu mencatat, dari 15 pemburu yang aktif di desa itu, total telur yang terkumpul mencapai 8.700 butir. Kala itu, telur penyu dijual ke pasar dengan harga Rp 800 per butir.

Namun, masifnya perburuan selama bertahun-tahun membuat populasi penyu menyusut. Datu pun menyadari hal itu saat jumlah induk yang datang setiap tahun makin menurun.

”Sebelum 2012, dalam satu malam, bisa tujuh ekor indukan yang datang bertelur. Belakangan, paling banyak hanya dua indukan yang datang,” tuturnya.

Kenyataan itu membuatnya berkesimpulan bahwa perburuan telur penyu terlalu masif sehingga jumlah induknya terus berkurang karena tidak ada regenerasi.

Jika kondisi ini dia biarkan, populasi penyu bisa saja habis atau tidak ada lagi yang datang bertelur ke Barugaia. Itu berarti tak ada lagi rupiah yang bisa dia dapat.

Sekali bertelur, setiap penyu mengeluarkan 100-180 butir. Datu mulai mengajak rekan-rekannya untuk menyisakan 10 persen dari telur itu dengan harapan akan menetas dan kelak berkembang menjadi induk baru.

”Namun, cara itu tidak juga membuat indukan yang datang bertambah,” kata Datu.

Langkah lebih progresif ditempuh Datu dan rekan-rekan setelah bertemu dengan Sileya Scuba Divers (SSD), komunitas penyelam di Selayar.

Pertemuan ini melahirkan ide pelestarian penyu di Barugaia. Mereka bekerja sama menggalang dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya mewujudkan Kampung Penyu pada 2013.

Datu pun merangkul rekan-rekan sesama pemburu untuk beralih menjadi pelestari penyu. Permasalahan hilangnya mata pencarian diselesaikan dengan memberi insentif kepada para pemburu.

Pak Datu berdiri saat mendampingi awak KarebaDIA melepas penyu (dok: istimewa)

”Setiap telur yang diperoleh pemburu diserahkan ke Kampung Penyu dengan insentif Rp 1.000 per butir. Telur-telur itu kemudian ditetaskan hingga menjadi tukik yang siap dilepas ke alam,” kata Datu.

Setiap telur penyu dieramkan di demplot selama 50-60 hari. Setelah menetas, tukik dipindahkan ke kolam pemeliharaan selama setidaknya dua minggu sebelum siap untuk dilepas.

Datu menjelaskan, penetasan telur dilakukan di demplot karena, jika dilakukan secara alami, risiko kegagalannya besar.

Dari 100 telur di satu sarang, misalnya, biasanya 1-2 telur akan menetas lebih dulu sehingga bau lendirnya akan mengundang predator datang dan memangsa sisa telur di sarang.

Untuk membiayai operasional penangkaran dan insentif pemburu, Kampung Penyu dibuka untuk wisata.

Pembangunan sarana dan prasarana juga didukung oleh Coremap (program rehabilitasi dan manajemen terumbu karang) dan Pemerintah Kabupaten Selayar.

Demi kelestarian penyu-penyu yang dicintainya itu, Datu menempuh jalur hidup baru ini. Waktu masih jadi pemburu,

Datu mengatakan, setiap kali bertemu penyu yang akan kembali ke laut, ia selalu mengusap kepala penyu itu sambil meminta maaf karena telah mengambil telurnya sekaligus berterima kasih karena telur itu akan menghidupi keluarganya.

”Sekarang, saya berpesan kepada teman-teman setiap selesai mengambil telur untuk menyampaikan maaf kepada penyu, telurmu kami ambil untuk dijaga,” ujar Datu.

Kampung Penyu adalah bentuk nyata permintaan maaf Datu kepada para penyu. Pemburu yang berubah menjadi pelindung penyu. (INK)

Sumber: Kompas.ID

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).