Editorial

Editorial: Pembangunan Provinsi Tak Merata, Makassar Jadi Sandaran Hidup

Tim Redaksi
39
×

Editorial: Pembangunan Provinsi Tak Merata, Makassar Jadi Sandaran Hidup

Share this article
Ilustrasi warga yang melakukan urbanisasi.
Ilustrasi warga yang melakukan urbanisasi.

KarebaDIA – Kota-kota besar di Indonesia sering dipenuhi warga nirdaya karena beberapa faktor seperti sosial, ekonomi, dan kebijakan yang kompleks di daerah tetangga atau regional.

Ada yang menarik yang disampaikan Moh Ramdhan ’Danny’ Pomanto sebagai Calon Gubernur Sulawesi Selatan pada Debat Perdana Pilgub Sulsel, pada Senin, 28 Oktober 2024.

Dikatakan bahwa banyak warga dari kabupaten di Susel ke Makassar karena urbanisasi dan harapan mendapat pekerjaan.

”Banyak orang dari daerah pedesaan pindah ke Kota Makassar dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih layak.” kata Danny.

Sayangnya, peluang kerja di kota terbatas, terutama untuk mereka yang tidak memiliki keterampilan khusus. Hal ini menyebabkan banyak orang akhirnya bekerja di sektor informal atau bahkan menganggur.

Wajar jika kota-kota seperti Palopo, Pare-Pare hingga Makassar jadi sandaran hidup warga sebab ekonomi tumbuh dan jadi pemicu migrasi.

Dikatakan Danny, Makassar menjadi pilihan sebab memang terjadi kesenjangan ekonomi antar kabupaten di Sulawesi Selatan. Hal yang disebutnya menjadi harapan Pasangan Danny – Azhar untuk diperbaiki ke depan.

Apa yang disebut Danny itu benar adanya. Kalau mencermati sejumlah kabupetan yang masuk 10 besar kantong kemiskinan di Sulsel, seperti Luwu Utara, Jeneponton, Pangkep, Selayar, hingga Bone yang masuk peringkat kesepuluh termiskin atau jumlah penduduk miskin maka ada ketimpangan pendapatan antara kelompok masyarakat rentan.

KarebaDIA pernah mewawacarai Daeng Taehere’, warga Jeneponto yang sudah bertahun-tahun migrasi musiman ke Kota Makassar.

Daeng Tahere’ menyebut dia tidak punya lahan pertanian, kalaupun bekerja di ’galung’ milik keluarga sangat bergantung pada air.

Pengayuh becak yang beroperasi di Jalan Kakatua II itupun mengaku semakin kesulitan tinggal di Makassar sebab dia tidak bisa menggunakan motor atau bentor yang makin marak menggusur becak.

Itulah mengapa, kata Danny, kelompok berpenghasilan rendah sering kali kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sementara biaya hidup di kota terus meningkat.

Ada apa di desa-desa?

Di sejumlah desa-desa, di kabupaten di Sulsel juga ada gajala kurangnya perumahan terjangkau, pendidikan dan keterampilan yang terbatas di mana manyak warga miskin di kota memiliki pendidikan dan keterampilan yang terbatas, sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan formal dengan penghasilan yang layak.

Akibatnya, mereka cenderung mengandalkan pekerjaan dengan pendapatan tidak menentu, seperti pedagang kaki lima, buruh harian, atau pengamen.

Demikian pula akses terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan: Di banyak kota besar, akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan masih sangat terbatas bagi masyarakat miskin.

Hal tu memperburuk kondisi mereka karena mereka kesulitan untuk memperbaiki taraf hidup dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Yang juga tidak kalah penting sebagai penyebab adalah jika kebijakan Pemerintah yang ada tidak memadai atau terbatas dalam menyiapkan lapangan kerja.

Kurangnya kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat miskin, seperti perumahan murah, program pelatihan keterampilan, dan perlindungan sosial, membuat masalah ini semakin sulit diatasi di daerah.

Pemerintah Provinsi yang mestinya jadi pemerata permbangunan justeru membiarkan fenomena itu terus terjadi, sejumlah program yang dijanjikan seperti Rest Area, rumah sakit daerah, justru belum merata. Hanya sejumlah kabupaten tertentu yang menikmatinya.

Gejala inilah yang mesti ditangani oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, untuk menjawab tantangan bagi desa-desa di kabupaten itu untuk menciptakan keseimbangan antara perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Mestinya sudah bisa dibereskan sebab jumlah anggaran yang digunakan antara tahun 2018 hingga 2023 sudah triliunan, bahkan hutang hingga 1,7 triliun.

Ke mana uang itu digunakan jika orang-orang dari daerah masih memenuhi Makassar?  Kota yang justru bisa meraup pendapatan asli daerah hingga truliunan sementara pemerintah provinsi malah menumpuk hutang?

Makassar solusi ekonomi mereka

Banyak kabupaten atau desa di Sulawesi Selatan mengalami keterbatasan dalam perkembangan karena beberapa faktor yang kompleks, baik dari sisi infrastruktur, sumber daya manusia, hingga kebijakan pembangunan daerahnya yang gagal atau program dikorupsi.

Tapi mengapa orang-orang dari desa atau dari kabupaten lain datang ke Makassar?

Pertama, karena kurangnya Infrastruktur Dasar: Akses jalan, listrik, air bersih, dan internet di banyak desa Sulawesi Selatan masih minim. Warga butuh dukungan infrastrktur agar bisa mengolah sawah, ladang atau hasil perikanan mereka untuk dijual. Jika tidak ada akses promosi produk seperti internet, tentu mereka akan cari lokasi lain.

Mobilitas masyarakat pasti terbatas, maka jangan heran jika petani atau nelayan dari Luwu Utara, Jeneponto, Bone, pedalaman Gowa, Pangkep hingga Selayar datang ke Makassar.

Infrastruktur yang terbatas membuat desa sulit terhubung dengan pasar dan pusat ekonomi, sehingga pengembangan ekonomi lokal juga terganggu.

Faktor kedua, adalah keterbatasan Pendidikan dan Keterampilan.

Kualitas pendidikan di pedesaan sering kali lebih rendah dibandingkan kota besar, yang berakibat pada rendahnya keterampilan dan kapasitas SDM lokal.

Minimnya tenaga kerja terampil dan terbatasnya akses ke pendidikan berkualitas membuat desa sulit bersaing dalam sektor ekonomi modern. Lalu di mana peran pemerintah provinsi atau kepala daerah mereka?

Ketiga, karena ketergantungan pada Sektor Pertanian Tradisional.

Desa-desa di Indonesia umumnya bergantung pada sektor pertanian di Sulsel cenderung memiliki nilai ekonomi rendah dan rentan terhadap perubahan cuaca. Tanpa diversifikasi ekonomi, banyak desa kesulitan mengembangkan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.

Pada aspek itu, orang-orang hanya bicara benih, pupuk, alsintan, padahal motivasi, etos, peningkatan kapasitas juga tidak kalah pentingnya.

Yang keempat, kurangnya Investasi dan Modal di kabupaten. Kalaupun ada hanya orang tertentu yang dapat, itupun keluarga pejabat.

Padahal, banyak kabupaten atau desa di Indonesia mengalami keterbatasan dalam perkembangan karena beberapa faktor yang kompleks, baik dari sisi infrastruktur, sumber daya manusia, hingga kebijakan.

Tim Redaksi

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).