Makassar, KarebaDIA – Metode kampanye Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel Moh Ramadan Danny Pomanto dan Azhar Arsyad (DIA) dengan pola blusukan dianggap wakili kultur orang Sulawesi Selatan.
Hal ini disampaikan Pengamat Politik UIN Alauddin Makassar Ibnu Hadjar Yusuf. Ia mengatakan, kultur atau budaya orang Sulawesi Selatan itu menginginkan ada ruang interaksi antara pemimpin dengan rakyatnya.
“Rakyat juga membutuhkan ruang interaksi dan saya rasa kultur Bugis Makassar sangat menginginkan ruang seperti itu bukan polesan dan pencitraan,” ucap Ibnu, Senin (7/10/2024).
Dia menerangkan, figur Danny-Azhar betul-betul menunjukan calon pemimpin yang menyentuh langsung dengan masyarakatnya hingga pada level paling bawah.
“Memang sepatutnya calon pemimpin harus menyentuh pada masyakarat level bawah, seperti pasangan (DIA) di beberapa titik menyisir wilayah utara memulai dari Maminasata sampai, Pangkep, Toraja,” jelasnya.
Menurutnya, DIA tidak hanya membangun komunikasi yang baik dengan tokoh di Sulsel. Tapi semangatnya untuk menyerap langsung aspirasi warga yang mungkin sulit akses untuk menyampaikan keluhannya.
“Itu menarik karena wilayah sangat vital seperti pasar bertemu, dialog langsung dengan pedagang jadi interaksi langsung dengan masyarakat sehingga secara tidak langsung keakraban terbangun bahwa masyarakat senang dan bahagia,” ujarnya.
“Seorang calon pemimpin harus turun kebawah sehingga merasakan apa yang diinginkan oleh masyakarat, apa yang menjadi permasalahan selama ini,” sambungnya.
Gaya kampanye pasangan Pilgub nomor urut 1 ini kata dia sangat strategis, canggih dan merakyat. Mampu membaca keinginan masyarakat Sulawesi Selatan.
“Disitu juga kelebihan dan canggih nya Danny-Azhar mampu membaca, adaptif dengan ruang psikologi bahasa tubuh politik, yang memang seperti itulah keinginan masyarakat,” ungkapnya.
Berbeda dengan pasangan Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi. Menurutnya, sangat jarang melihat blusukan pasangan nomor urut 2 menyerap aspirasi pada masyakarat level paling bawah.
“Kalau pola 02 kelihatan formalitas dan sangat kaku sehingga kita menilai nya sesama tim aja dia sibuk,” terangnya.
Bahkan kata dia, lebih menonjolkan komunikasi yang dibangun pada kelompok masyarakat yang sudah mapan. Tapi kehilangan subtansi sebagai calon pemimpin, dengan cara memastikan masalah masyakarat.
“Jadi untuk basis basis kultural masyarakat bawah sangat jarang dan itu dianggap formalitas dan boleh dikata masyakarat high kelas saja,” pungkasnya. (*)
Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).