Berita

Perda Sulsel Nomor 9 Tahun 2019 tentang Anggaran Desa Rp500 Juta di Era ASS Ternyata “Pepesan Kosong”

Tim Redaksi
19
×

Perda Sulsel Nomor 9 Tahun 2019 tentang Anggaran Desa Rp500 Juta di Era ASS Ternyata “Pepesan Kosong”

Share this article

Kepala Desa Hanya Dijadikan "Pajangan" saja.

Makassar, KarebaDIA – Kepala Desa di Sulawesi Selatan (Sulsel) dibuat kecewa dengan janji-janji bantuan dana desa senilai Rp500 juta. Itu tidak terealisasi hingga akhir masa jabatan mantan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman (ASS).

Kekecewaan itu disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Sulsel, Sri Rahayu Husni. Ibarat kata, bantuan anggaran Rp500 juta itu, hanya “pepesan kosong”.

“Jadi terkait kemudian realisasinya secara pajangan barangkali teman-teman (kepala desa) sudah menerima secara simbolis, walau pun pada kenyataan itu pencairan belum. Lalu kemudian alasan pencairan itu tidak disampaikan secara mendetail,” ungkap Sri Rahayu kepada media, di Makassar, baru-baru ini.

Sri Rahayu bilang, APDESI Sulsel memang pernah mendorong permintaan bantuan dana desa melalui penyampaian aspirasi ke DPRD Sulsel, saat Nurdin Abdullah (NA) menjabat sebagai Gubernur Sulsel, kala itu.

Berkat bantuan Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) APDESI membersamai perjuangan para kepala desa, maka lahirlah Peraturan Daerah (Perda) Sulsel nomor 9 tahun 2019 tentang Fasilitasi Percepatan Pembangunan Perdesaan.

Dari situ, Pemprov Sulsel mengalokasikan anggaran bantuan desa senilai Rp500 juta per desa.

“Nah hadirlah Perda itu. Nah pada saat kemudian ada kunjungan kerja Prof Andalan, Prof Andalan sendiri yang menyampaikan akan terealisasi terkait perda nomor 9 tahun 2019, dan seperti itu,” ungkapnya.

“Lalu kemudian, beliau bermasalah, sehingga Perda ini tidak terealisasi. Nah di beberapa pertemuan, kita menyampaikan terkait ini. Lalu entah dengan kondisi apa di kegiatan peningkatan kapasitas itu, tiba-tiba ada yang namanya Bantuan Desa Andalan, itu sebanyak 500 juta,” tambah Sri Rahayu.

Namun, anggaran itu tidak kunjung terealisasi meski Pemprov Sulsel telah menyerahkan bantuan itu secara simbolis kepada perwakilan kepala desa.

“Ada dokumentasi yang saya simpan pada saat penerimaan, karena saya juga tidak mungkin menyampaikan jika tanpa bukti, kan seperti itu, eee Rp500 juta. Nah dengan harapan dana Rp500 juta itu akan menjadi stimulan dan untuk selanjutnya akan digelontorkan ke teman-teman pemerintah desa yang membutuhkan,” sebut Sri Rahayu.

“Nah jelang kegiatan itu, teman-teman (kepala desa) kemudian menyampaikan ke saya. Ibu ketua izin, kenapa dana terkait Desa Andalan Rp500 juta ini belum terbayarkan, nah saya sampaikan coba dikoordinasikan ke pihak PMD. Lalu kemudian teman-teman ke sana, dan menurut teman, saya juga tidak memastikan apa betul, mereka itu katanya sudah melakukan penandatanganan kwitansi,” sambungnya.

“Entah itu benar atau tidak, saya tidak mengcroscek itu, yang penting itu beliau sampaikan. Nah saya itu, lalu kemudian mencari info terkait itu. Info yang saya dapat bahwa dana tersebut itu katanya kemudian direfocusing, kan seperti itu,” lanjut Sri Rahayu.

Seharusnya, kata Sri Rahayu, Pemprov Sulsel menyampaikan alasan bantuan itu tidak dicairkan secara detail. Sehingga tidak menimbulkan kekecewaan bagi seluruh kepala desa.

“Kalau kemudian dana provinsi tidak baik-baik saja, tidak mencukupi untuk itu, seharusnya menyampaikan kepada teman-teman dengan pendekatan hati, bahwa Insya Allah tahun depan,” ujar dia.

“Namun, yang saya sangat sayangkan bawah tidak ada sedikit pun penyampaikan secara logika atau tertulis bahwa penyebab tidak cair dana tersebut karena persoalan apa,” jelasnya lagi.

Sri Rahayu merasa, jika kepala desa hanyalah pajangan. Padahal, bantuan dana provinsi ke desa itu sangat diinginkan oleh para kepala desa. Itu sesuai dengan Perda nomor 9 tahun 2019.

“Jadi, ini kekecewaan luar biasa buat kami. Karena teman-teman kepala desa saat itu hanya dijadikan “pajangan”. Jadi kalau ditanya, pada masa siapa, eeee pada masa Andi Sudirman Sulaiman,” tukasnya.

Dengan begitu, Sri Rahayu sangat berharap kepada calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel yang terpilih nantinya, untuk tidak hanya sebatas janji. Para kepala desa butuh kepastian.

Sebab, ada beberapa kepala desa memiliki pengalaman sebelumnya. Pernah memasang spanduk terkait dengan bantuan dana desa Rp500 juta. Mereka akhirnya menjadi korban “bullying”.

“Berhenti maki janjiki. Karena persoalannya, ketika kita menyampaikan itu, maka itu yang akan kita sampaikan ke masyarakat. Sama dengan Rp500 juta ini, teman bahkan sudah membuatkan baliho, nah pertanggungjawaban ini-lah yang sulit disampaikan ketika kemudian tidak ada gelontoran dana. Makanya, selalu saja teman-teman kepala desa dibully, seakan-akan kepala desa itu tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, kan seperti itu,” tandasnya.

“Saya mendengar kemarin itu , di dua debat (Pilgub Sulsel 2024). Dana Rp200 juta yang akan digelontorkan salah satu calon, saya berharap ini bukanji janji janji kodong,” kata Sri Rahayu.

“Selanjutnya, saja juga mendengar dari salah satu paslon mengatakan bahwa, beliau akan mengikutsertakan terkait padat karya tunai. Mohon maaf sekali, kemarin saja teman-teman sudah dijadikan pajangan sampai sekarang tidak ada realisasi. Makanya cukupmi, jangan mi selalu menjanjikan. Kita ini hanya butuh hal yang nyata,” kuncinya. (*)

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).