Editorial

Catatan dari Debat Kedua Pilgub Sulsel, Siapa Unggul?

Tim Redaksi
64
×

Catatan dari Debat Kedua Pilgub Sulsel, Siapa Unggul?

Share this article

Editorial, KarebaDIA – Siapa unggul, DIA atau Andalan Hati? Sosodara, Debat Kedua Piligub Sulsel pada hari Minggu, 10 November 2024 secara umum berlangsung lancar.

Meski ada letupan di luar lokasi debat, dan sedikit riak di depan peserta debat – dan jelas sekali siapa pelakunya, namun secara umum tujuan debat tercapai.

Disebut demikian sebab para paslon, baik Paslon Danny – Azhar (DIA) dan Paslon Andalan Hati telah menjawab sejumlah tema sentral dalam perjalanan Provinsi Sulawesi Selatan ke depan.

Ada sejumlah isu yang mencuat dan menjadi pijakan para panelis untuk dijawab oleh masing-masing Paslon melalui undian.

Ada panelis yang mengaku telah menyiapkan tiga pertanyaan, namun yang dibacakan hanya satu. Ada sejumlah tema atau isu seperti tata kelola hutan, infrastruktur kesehatan, hingga kemandirian fiskal.

Jelas sekali, debat antara DIA dan Andalan Hati kali ini lebih ‘menggigit’ dibanding debat perdana.

Jadi begini…

Jika diikuti intonasi suara, Paslon DIA nampak konfiden, tegas dan lantang.

DIA menyuarakan sejumlah isu yang perlu mendapat atensi sebagaimana saat penyampaikan visi misi. Andalan Hati juga mulai berani untuk bersuara tegas dan lantang meski disebut salah mengutip angka gini ratio Kota Makassar.

Mencuat sejumlah istilah seperti ‘no one left behind’ dalam perencanaan, apakah fokus membangun Rumah Sakit Regional di kabupaten atau fokus di kecamatan hingga desa.

Apakah penanganan pasien saja atau fokus pada pendekatan preventif.

Andalan Hati menyebut kata ‘Promkes’ hal yang mestinya dielaborasi yang mana yang perlu dilakukan atau step-nya.

Andalan Hati menyebut dengan adanya RS Regional maka akan ada juga bangunan, fasilitas untuk tenaga kesehatan. Ada sebutan Golden Time bagi pasien yang harus segera ditangani hingga perlu rumah sakit lebih dekat dengan pasien.

DIA membalas dengan menyatakan pelayanan kesehatan harus merata dan tidak bisa semata penanganan seperti itu tapi upaya preventif lebih penting. Dia menyatakan, pembangunan infrastuktur harusnya sampai di kecamatan. Tidak boleh hanya daerah tertentu.

Kemudian, DIA menyebut sejumlah titik yang potensial sebagai lokasi wisata. Seperti di Leang-Leang Maros, sejumlah titik seperti Seko, Rampi, Toraja.

DIA bilang harusnya itu menjadi daya tarik wisata sementara Andalan Hati bilang pihaknya telah menganggarkan dana miliaran untuk Rammang-Rammang.

Implisit bagaimana kecenderungan pemikiran mereka tentang strategi prioritas pembangunan kepariwisataan. Apakah fokus pada perlindungan aset wisata atau segera mengalokasikan anggaran besar.

Ada bumbu debat yang unik terkait teriakan ’paballe-balle’ oleh sejumlah pendukung yang hadir. Itu kemudian berubah berbalik saat pengungkapan istilah gini ratio Kota Makassar oleh Andalan Hati dianggap keliru oleh DIA. Yang oleh DIA menjadi ’senjata kembali’ ke pendukung Andalan Hati sebagai ’paballe-balle’.

Terkait infrastruktur kesehatan, kepariwisataan ini ada penekanan pada pengkondisian oleh para Paslon melalui strategi.

Sah-sah saja jika ada yang mau fokus penambahan anggaran, namun ada juga yang ingin perlindungan aset atau nilai budaya lokal. Mana penting, mana prioritas? Silakan publik menilai.

Misalnya, DIA bilang perlu perlindungan kebudayaan lokal, adat istiadat karena ini pintu masuk pengembngan ekomoi daerah dari keparwisiataan.

Lalu, sepertinya dari Andalan Hati (bisa dicek lagi di video) terdengar satu kali’daya saing daerah’. Itu sesungguhnya poin penting. Hanya saja tidak dielaborasi.

Sebenarnya, apa saia daya saing daerah Sulsel yang harus ditingkatkan? Apakah daya saing pada komoditas yang oleh DIA disebut sebagai Government Offtaker atau petik olah juga, hilirisasi industri agroindustry atau maritim.

Demikian pula pada tata kelola sumber daya alam, seperti apa mandiri pangan, mandiri energi, dan lain sebagainya.

DIA nampaknya berhasil mengulik isu banjir di Makassar dan regional Mamminasata dan Luwu Raya sebagai basis bagi pemimpin untuk tegas memeriksa sumber persoalan, pada koordinasi antar kabupaten kota, lintas provinsi dan komunikasi.

Implisit pesan DIA, pembangunan bukan semata pengalokasian anggaran tetapi perlindungan sosial budaya.

Debat berlangsung seru saat mengangkat status stadion Mattoanging yang terbengkalai.

”Mengapa bukan Barombong, atau Sudiang,” kata DIA.

Hal yang disebut Andalan sebagai penganggaran harus diperhitungkan matang jangan sampai tidak menghasilkan apa-apa. Tender stadion Mattoanging sudah dilakukan dua kali menurut Andalan.

Demikian pua perbedaan penyebutan antara Sungai Barombong atau Sungai Jeneberang, yang dilontarkan DIA sebagai kekeliruan pemerintah provinsi.

Pada tema transformasi ekonomi. Mencuat istilah UMKM, tentang perlindungan produk lokal, hak cipta.

Dari Andalan Hati sempat terdengar menyebut ada 900 UMKM di Sulsel, yang perlu distandarisasi. Dikatakan, sistem saja tidak cukup tapi perlu peningkatan kapasitas. Yang oleh DIA dijawab dengan menyebut di Makassar sudah ada unit inkubasi bisnis dan telah menjadi pengungkit ekonomi Kota Makassar dari UMKM.

Poin menarik dan juga mendapat atensi adalah tentang transparansi, hilirisasi pengelolaan sumber daya alam termasuk tambang.

DIA mengetengahkan perlunya survey, pendataan, feasibility study, Amdal. “Masyarakat harus terlibat,” kata DIA.

Andalan Hati berulang-ulang menyebut RTRW, RDTR, dan sejumlah istilah perencanaan kawasan terkait tambang dan pengelolaan kawasan yang oleh DIA direspon sebagai ’saya ini konsultan, perencana’.

Bisa dibayangkan apa respon DIA terkait urgensi perencanaan kawasan dan bagaimana menyiapkannya.

”Lokalisasi persoalan” juga mencuat dalam debat itu. Entah apa maksudnya.

Tema kemandirian fiskal dikaitkan dengan laporan Dinas Penanaman Modal dan Satu Pintu DPMPTSP tentang investasi senilai 2,5 triliun namun hanya dua pilar penopangnya yaitu Luwu Timur dan Makassar.
Respon DIA dan Andalan pun berbeda.

DIA menyampaikan terima kasih karena disebut Makassar sebagai salah satu penyumbang nilai investasi dengan persentase besar bagi Sulsel, sementara Andalan Hati menyebut pentingnya trust dalam investasi. Juga perlunya ketersediaan enegeri listrik dalam memacu investasi. Itulah mengapa Andalan Hati menyebut perlu kemandirian energi listrik.

Begitulah sosodara, apapun hasil debat semalam, setidaknya kita sudah tahu mana yang mengerti realitas, persoalan, isu dan punya solusi strategis.

Oleh sebab itu, sosodara, mari pilih yang kompeten, rasional dan akomodatif untuk semua. (*)

Tim Redaksi KarebaDIA.Com

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).