Kolom

(Meskipun) DIA Bukan Siapa-siapa Tetapi (DIA) Mappakaraja

Tim Redaksi
27
×

(Meskipun) DIA Bukan Siapa-siapa Tetapi (DIA) Mappakaraja

Share this article

Oleh: Saifuddin Al Mughni, Direktur Eksekutif LKIS, penulis buku Politik Tanpa Identitas, Obituari Demokrasi, Elegi Demokrasi, Catatan Cacat-an Demokrasi, Legal Tragedy Dalam politik.

Danny Pomanto (dok: Istimewa)

Saifuddin, Direktur Eksekutif LkiS, penulis buku Politik Tanpa Identitas, Obituari Demokrasi, Elegi Demokrasi, Catatan Cacat-an Demokrasi, Legal Tragedy Dalam politik.

Kolom, KarebaDIA – Dalam sebuah percakapan di satu warkop, ada yang bertanya, jadi siapa itu sebenarnya Danny Pomanto?

Seseorang di antara mereka lalu menjawab, Danny Pomanto itu Wali Kota Makassar.

Setahu saya (kata seorang lagi), dia itu dua periode Wali Kota Makassar, sekarang maju sebagai Calon Gubernur Sulsel.

Ya wajar,  dan pantas bagi dia sebab dengan prestasi, karya yang begitu banyak diperoleh, belum lagi kemajuan kota Makassar saat ini ditangannya.

Yang lain berkata: padahal beliau itu saya dengar-dengar hanya anak lorong, hebatnya dih, dan orangnya murah senyum dan humble. Dan begitu sederhana tampilan beliau,

Bahkan, tagline dalam pertarungan Pilgub sulsel hanya memakai kata DIA. Itu sih simple dan keren, tanpa penuh janji-janji.

Begitulah percakapan singkat dari sudut warkop yang melintasi pemikiran mereka terhadap sosok pak Danny Pomanto.

Bukan siapa-siapa, tetapi di Mappakaraja

POLITIK yang selalu bicara soal ketidak-mungkinan, akan menjadi mungkin bagi perjalanan politik Danny Pomanto.

Tidak ada yang mengira sosok yang mampu hadir di kota Makassar, membangun kota Makassar menjadi kota maju.

Dia tampil menjadi keynote speaker pada berbagai forum internasional, ini sebagai bentuk penegasian kalau sosok Danny sebagai salah satu kepala daerah yang punya prestasi mendunia, dan mampu menempatkan Kota Makassar sejajar dengan kota-kota di dunia.

Lagi-lagi bukan siapa-siapa—bukan anak seorang raja, tetapi mampu di “akkarajang” yakni mampu memeroleh beberapa gelar bangsawan di sejumlah tempat, seperti di Jeneponto, Toraja, Kajang, Galesong, Kedatuan Luwu, bahkan keturunan raja-raja di Sulsel memberinya penghargaan dengan menyematkan “akkarajang” pada namanya.

Bagi masyarakat Sulsel hal ini tidak  mudah diperoleh oleh seseorang—untuk “pengadekan, atau akkarajang” kecuali mereka yang memiliki reputasi, karya dan prestasi di bidang tertentu. Dan Danny Pomanto (boleh jadi) memperoleh itu karena prestasi dan karyanya untuk Makassar secara khusus dan Sulawesi Selatan pada umumnya.

Akkarajang—sesuatu yang sakral dalam tradisi masyarakat Sulsel, karena itu pengadekan dan akkarajang adalah simbol penghormatan sekaligus kehormatan bagi seseorang yang menerimanya.

Dari sosok yang biasa-biasa kini menjadi sosok yang luar biasa. Di tengah kehidupan politik “pemborong partai” terkesan memaksa jalan takdirnya untuk menghadapi arus politik yang lebih kuat dan mumpuni.

Ibarat sejarah Marx—yang memperhadapkan kaum borjuasi dengan kelompok proletariat. Sejarah pembangkangan (disobedience) selalu melahirkan kaum proletariat mengambil alih peran penting dalam pergolakan politik.

Gerakan Apartheid di Afrika Selatan misalnya dengan tokoh sentralnya Nelson Mandela, yang bukan siapa-siapa, tapi mampu memberi pengaruh politik bukan hanya di Afrika Selatan tetapi juga dunia internasional.

Gerakan Apartheid mampu mengubah cara pandang dunia terhadap umat manusia.

Dan sepertinya sosok Danny Pomanto memberi warna tersendiri bagi perpolitikan di Sulsel, seperti kisah Nelson Mandela, yang bukan siapa-siapa tapi bisa menjadi seorang presiden yang disegani di dunia internasional.

Mengenal Danny Pomanto begitu mudah hanya dengan sebutan “Anak Lorongna Makassar.”

Bicara anak lorong, Iran pun pernah memiliki presiden yang tinggal dalam lorong yang sempit, dengan balutan jas coklat, dan sarapan paginya hanya sepotong roti dan keju ia adalah seorang ahli nuklir yang bernama Ahmadinejad, sosoknya pun begitu disegani di dunia internasional, bukan karena negaranya yang hebat tetapi pikiran Ahmadinejad menjadi perbincangan dunia internasional.

Karena itu, mem-break down catatan sejarah tersebut untuk masuk di pilgub Sulsel, kemampuan dan performansi Danny Pomanto menjadi magnet tersendiri bagi kehidupan politik dan demokrasi di tanah Bugis Makassar ini.

Paling tidak, dua sosok tokoh dunia Nelson Mandela dan Ahmadinejad menjadi jalan takdir bagi seorang Danny Pomanto untuk melawan dominasi dan hegemoni politik di Sulawesi Selatan.

Jadi pembaca sekalian, seperti kata Hillary Clinton, tak ada yang tak mungkin dalam politik.

Editor: Denun

 

 

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).