Berita

Jika Terwujud, Begini Dampak Konsep Government Off-Taker a la Danny-Azhar di Sulawesi Selatan

Tim Redaksi
74
×

Jika Terwujud, Begini Dampak Konsep Government Off-Taker a la Danny-Azhar di Sulawesi Selatan

Share this article

Oleh: Asri Tadda (Ketua Relawan Perubahan Sulsel, Jubir Danny - Azhar)

Opini, KarebaDIA – Salah satu program unggulan dari pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan nomor urut 1, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto – Azhar Arsyad (DiA) adalah membeli produk petani dan nelayan dengan harga yang layak.

Konsep ini dikenal dengan istilah Government Off-Taker (GOT), sebuah paradigma baru yang memberikan kepastian berusaha kepada para petani dan nelayan sehingga ketika panen, mereka tidak lagi dihadapkan pada harga jual yang anjlok mengikuti mekanisme pasar.

Danny – Azhar menyadari sepenuhnya, bahwa persoalan harga jual produk tani dan nelayan merupakan hal sangat serius, melebihi masalah benih atau pupuk.

Para petani dan nelayan, sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan, wajib mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Investasi waktu, tenaga dan modal yang mereka keluarkan sebelum panen, harus terbayar layak dan bernilai profit saat panen. Dengan begitu, perekonomian akan tumbuh dengan baik.

Karena itu, kehadiran Danny-Azhar pada kontestasi Pilgub Sulsel 2024 salah satunya didasari oleh keinginan untuk menyelamatkan nasib petani dan nelayan di Sulawesi Selatan melalui konsep GOT.

Implementasi GOT

Secara teknis, konsep GOT akan diimplementasikan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (jika Danny – Azhar memenangkan Pilgub), melalui badan usaha pemerintah (katakanlah misalnya sebagai Perseroda) yang khusus dibentuk untuk mengelola program itu.

Perseroda inilah yang secara profesional akan membentuk pusat-pusat pembelian produk tani dan nelayan di setiap Kecamatan se-Sulsel.

Setiap pusat pembelian tentu saja akan dilengkapi dengan sarana pergudangan untuk menyimpan produk yang terbeli, cold-storage untuk produk yang membutuhkan pendinginan, manajemen yang bekerja secara profesional, dan jejaring mobilisasi produk ke gudang induk di tingkat Provinsi.

Sebagai gambaran, produk-produk tani dan nelayan yang sudah terbeli, akan diproses lebih lanjut, apakah untuk dijual lagi dalam bentuk mentah ke pasar nasional atau bahkan diekspor ke luar negeri.

Bisa juga, produk-produk tersebut, diolah menjadi produk hasil industri sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebagai contoh, tomat yang dibeli dari petani bisa diolah menjadi saus tomat untuk selanjutnya dilepaskan ke pasaran dengan brand dan packaging tersendiri.

Dalam operasionalnya, pusat pembelian di tiap Kecamatan bisa saja berafiliasi dengan badan usaha pemerintah yang lain untuk memastikan produk tani dan nelayan di semua desa dapat terbeli dengan baik.

Yang menarik, di pusat pembelian ini, setiap lini produk pada akhirnya perlu memiliki manajemen tersendiri sehingga bisa lebih fokus dalam mengoptimalkan hasil pembelian dari petani dan nelayan.

Dalam konteks ini, manajemen membutuhkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja profesional, mulai dari pemantauan pra-panen, analisa kualitas produk, pembelian, pergudangan, pengangkutan dan sebagainya.

Tidak menutup kemungkinan, intervensi terhadap proses tanam, pemeliharaan dan proses panen juga dilakukan oleh manajemen GOT. Termasuk opsi untuk mengelola lahan petani langsung sehingga hasilnya bisa lebih maksimal. Semua ini tentu akan sangat menguntungkan para petani dan nelayan.

Lapangan Kerja Baru

Implementasi konsep GOT di Sulawesi Selatan di bawah kepemimpinan Danny – Azhar, adalah sebuah berita gembira dan membahagiakan bagi semua orang.

Betapa tidak, petani dan nelayan tidak perlu lagi khawatir dengan harga jual produk mereka. Selain itu, puluhan ribu lapangan kerja baru akan terbuka dan membutuhkan talenta-talenta muda terutama yang memiliki skill digital.

Coba bayangkan, jika di setiap kecamatan terbentuk pusat pembelian komoditi dimana setiap lini produk memiliki manajemen tersendiri.

Akan ada pekerja yang khusus mengurus beras, jagung, sayuran, buah-buahan, coklat, pala dan sebagainya. Ada pula yang secara spesifik membidangi hasil nelayan seperti ikan, udang, kepiting, rumput laut dan lain sebagainya.

Di Sulsel, saat ini terdapat 303 kecamatan. Artinya, jika setiap pusat pembelian komoditas di Kecamatan membutuhkan 25 orang tenaga kerja, maka secara keseluruhan untuk manajemen saja dibutuhkan sekitar 7.500 tenaga kerja baru.

Kebutuhan tenaga kerja di atas, belum memperhitungkan jika skema GOT dikembangkan menjadi industri pengolahan produk dengan standar nasional maupun internasional. Jelas, tenaga kerja yang dibutuhkan akan jauh lebih banyak.

Dari ilustrasi ini saja, kita sudah dapat membayangkan betapa konsep GOT ini akan memberikan dampak yang luas dan sangat luar biasa bagi banyak pihak, dan semuanya berbasis di desa-desa.

Para petani dan nelayan akan lebih sejahtera karena produk mereka dibeli pemerintah dengan harga layak. Lapangan kerja juga terbuka lebar dengan berdirinya pusat pembelian dan pengelolaan komoditas di setiap Kecamatan se-Sulawesi Selatan. Belum lagi di sektor industri pengolahan produknya.

Dengan demikian, gagasan perubahan nasib lebih baik khususnya bagi petani dan nelayan yang diusung oleh pasangan Danny-Azhar di Pilgub Sulsel, bukanlah isapan jempol semata. Ini benar-benar adalah tawaran realistis dan sangat prospektif.

Karena itu, mari kita sambut dan buka ruang selebar-lebarnya kepada pasangan Danny – Azhar untuk menyelamatkan Sulsel, memperbaiki nasib petani dan nelayan, serta membangun desa dengan lebih baik. Pilih dan menangkan nomor urut 1, Danny – Azhar di Pilgub Sulsel 27 November mendatang. (*)

Diperkenankan mengutip sebagian atau keseluruhan informasi dari portal KarebaDIA sepanjang untuk kepentingan publikasi dan sosialisasi agenda politik Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DiA).